Berjalan jalan di Washington DC, kita melihat banyak bangunan bangunan tua yang terpelihara dengan baik. Bahkan menjadi tempat bersejarah dan didatangin oleh turis turis baik turis local, dari negara negara bagian, maupun turis dari luar negeri.
Bangunan bangunan yang berusia puluhan, bahkan ratusan tahun lamanya terpelihara dengan baik, seperti Lincoln memorial, the white house, union station, the capital, washington monument, Mount vernon (rumahnya George Washington, presiden amerika yang pertama), dan banyak bangunan lainnya yang masih berfungsi dengan baik.
Ketika aku dan keluargaku berjalan jalan ke shenandoah, aku baca sejarah bagaimana jalan jalan dan tempat tempat wisata disana dibangun ratusan tahun yang lalu dan hingga sekarang masih berfungsi dengan baik dan bisa dinikmati oleh para wisatawan. Aku jadi ingat dengan rumah hantu di puncak gunung seulawah yagn setahun yang lalu aku lewati masih terlihat berdiri dengan angkernya. Gak tau berapa lama lagi bertahan sebelum akhirnya runtuh dimakan rayap.
Banyak bangunan bangunan historic di aceh yang hilang tanpa jejak, seperti bangunan peninggalan Belanda di depan mesjid raya yang dirombak untuk pelebaran jalan. Hotel Aceh yang penuh sejarah lenyap bersama sama dengan hantu-hantu didalamnya. Angkutan kereta api pun tinggal kenangan.
Jangankan yang historic, yang tidak historic pun lenyap. Dulu di Darussalam ada terminal bus, yang kini lenyap bersama sama dengan busnya. Aku ingat ketika bus Damri baru masuk di Banda Aceh untuk jurusan Banda Aceh-Darussalam. Aku masih duduk di bangku SD ketika itu.
Kenangan masa kecilku lainnya adalah kolam renang Pante Pirak. ketika baru dibuka selalu ramai. Aku dan sahabat karib kecilku Lidar pun menjadi pelanggan setia. Kami berjalan kaki dari rumah menuju terminal bus. Kami naik bus Damri yang ketika itu ongkosnya Rp 50. Kami turun di simpang lima dan berjalan kaki menuju kolam renang. Setelah puas berenang, kami membersihkan diri dan kembali berjalan kaki ke simpang lima untuk naik bus damri. Lidar berbisik, "Va, lidar lupa bawa celana dalam". wah ha ha....kami tertawa geli. Mana lagi dimasa kami kecil dulu selalu mengenakan dress. Dengan cueknya(berharap aja gak ada angin), kami masih turun di perhentian bus didepan toko kartini untuk membeli kacang bogor favorit kami ketika itu.
Di Darussalam dulu ada kantor pos yang aku datangin dengan sepeda untuk mengirim surat. Apakah kantor pos masih berfungsi? ketika lebaran, aku mengirim kartu kartu lebaran untuk keluargaku dan teman temanku di aceh. Tidak satupun kartu lebaran yang tiba ditangan mereka. Kemana sudah bang Mis yang dulu kedatangannya dengan sepeda motor gedenya ditunggu tunggu membawa surat surat ke seluruh rumah?.
Pembangunan di Aceh dengan pesatnya ini akan dibawa kemana? Apakah akan bertahan lama? Apakah hanya merupakan proyek saja yang menghabiskan uang negara ratusan, jutaan bahkan milyaran rupiah? Dan kemudian akan rusak dan terlupakan? jalanan mulus yang hanya bisa dinikmati sesaat saja?
Entah mengapa malam ini aku merindukan suara suara kodok dimasa kecilku yang bernyanyi nyanyi meninabobokanku memanggil manggil pasangannya sepanjang malam di musim hujan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment